Boleh jadi lagu Dari Sabang Sampai Merauke gubahan R. Surarjo merupakan salah satu lagu legendaris bagi masyarakat Indonesia. Lagu ini menjadi lagu yang selalu diajarkan oleh guru Taman Kanak-kanak ataupun guru Sekolah Dasar kepada murid-muridnya. Secara tidak langsung lagu ini menggambarkan rentang wilayah geografis Repubik Indonesia yang membentang dari Sabang, sebuah kota di ujung Sumatra, hingga Merauke, sebuah kota di ujung Timur Pulau Papua.
Berbicara tentang bentangan wilayah Republik Indonesia, akan muncul satu pertanyaan tentang keberadaan titik nol Indonesia. Merujuk pada lagu di atas, akan diketahui bahwa titik nol Indonesia terletak di wilayah Sabang, Nanggroe Aceh Darusalam (NAD). Sabang merupakan kota kepulauan dengan Pulau Weh sebagai pulau terbesar. Oleh karena itu, banyak orang yang menyebut Pulau Weh sebagai Pulau Sabang. Di pulau ini terdapat Tugu Kilometer Nol sebagai tanda titik awal penghitungan kilometer di Indonesia.
Berbicara tentang bentangan wilayah Republik Indonesia, akan muncul satu pertanyaan tentang keberadaan titik nol Indonesia. Merujuk pada lagu di atas, akan diketahui bahwa titik nol Indonesia terletak di wilayah Sabang, Nanggroe Aceh Darusalam (NAD). Sabang merupakan kota kepulauan dengan Pulau Weh sebagai pulau terbesar. Oleh karena itu, banyak orang yang menyebut Pulau Weh sebagai Pulau Sabang. Di pulau ini terdapat Tugu Kilometer Nol sebagai tanda titik awal penghitungan kilometer di Indonesia.
Tugu Kilometer Nol merupakan sebuah bangunan yang menjulang setinggi 22,5 meter dan terletak pada ketinggian 43,6 m di atas permukaan laut (dpl). Tugu ini berbentuk lingkaran berjeruji dan semua bagiannya dicat dengan warna putih. Bagian atas lingkaran ini menyempit seperti mata bor. Di puncak tugu bertengger patung burung garuda menggenggam angka nol. Sebuah prasasti marmer hitam menunjukkan posisi geografis tempat ini: Lintang Utara 05 54‘ 21,99″ Bujur Timur 95 12‘ 59,02″. Selain itu, di dinding bangunan juga tertempel prasasti peresmian tugu yang ditandatangani oleh Try Sutrisno saat masih menjabat sebagai Wakil Presiden. Prasasti itu ditandatangani di Banda Aceh, ibukota NAD, pada 9 September 1997.
Sebelumnya terdapat tugu lain yang diyakini sebagai ‘kilometer nol‘ Indonesia. Namun, setelah dilakukan penelitian oleh pakar Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dengan menggunakan teknologi Global Positioning System (GPS), lokasi itulah yang kemudian diputuskan sebagai titik nol Indonesia. Hal itu tertulis dalam prasati lainnya yang ditandatangani oleh BJ Habibie yang menjabat sebagai Menteri Riset dan Teknologi/Ketua BPPT, pada tanggal 24 September 1987. Oleh karena itu, tugu yang lama dinyatakan sebagai kilometer tujuh Indonesia.
KM 0 Terletak di areal Hutan Wisata Sabang, membuat perjalanan menuju lokasi Tugu Kilometer Nol menjadi rekreasi tersendiri. Untuk mencapai tempat ini para wisatawan akan melewati kaki bukit dan tebing dengan pemandangan yang indah. Hutan tropis di hutan lindung masih terpelihara dengan baik, sementara di sisi kanan jalan, birunya air laut terlihat dengan jelas. Jika Anda beruntung, terkadang ada sekawanan monyet yang bergelantungan dari pohon ke pohon, bahkan mereka juga sering berdiri di tengah jalan serta menunggu para wisatawan melemparkan makanan.
Sesampainya di lokasi akan terlihat sebuah bangunan putih berbentuk bundar yang terdiri dari dua lantai. Untuk mencapai bangunan tersebut Anda harus menaiki beberapa undakan. Di lantai pertama terdapat sebuah pilar dan sebuah prasasti yang ditandatangani Try Sutrisno. Naik ke lantai dua, Anda akan melihat birunya langit dan hijaunya pepohonan, karena lantai ini beratap terbuka. Di lantai dua ini terdapat dua prasasti. Prasasti pertama menjelaskan bahwa penetapan posisi geografis KM-0 Indonesia ini diukur oleh pakar BPPT. Sedangkan prasasti kedua menjelaskan posisi geografis tugu itu dalam angka-angka.
Di seberang jalan tugu tersebut, terdapat sebuah batu penanda jarak berwarna kuning seperti yang biasa terlihat di pinggir jalan. Bedanya di batu tersebut tertulis angka nol. Hal yang tak lazim dijumpai pada batu penanda jarak lainnya. Di sekeliling tugu tersebut terdapat pepohonan yang tertata rapi. Anda dapat duduk di halte yang tersedia di tempat itu, kemudian melayangkan pandangan ke arah Lautan Hindia. Berhubung Pulau Weh merupakan daratan paling ujung, maka tidak akan ada pulau pengalang pandangan hingga jauh ke laut lepas. Pemandangan dari atas bukit ini cantik sekali dengan latar laut membiru dan suara angin menderu.
Menjelang senja, wisatawan yang berkunjung ke tugu ini cenderung meningkat. Hal ini dikarenakan mereka ingin menyaksikan proses terbenamnya matahari. Bola matahari berwarna jingga, kemudian berubah menjadi merah menyala di antara awan tipis, lantas tenggelam ke laut yang juga menjadi merah. Setelah itu, pemandangan akan berubah menjadi gelap, dan hanya ada kerlip bintang di bentangan luas langit malam.
Berada di kilometer nol Indonesia akan memberikan sensasi yang berbeda bagi Anda. Sebagai bukti bahwa Anda pernah berada di kilometer nol Indonesia, Anda dapat meminta piagam ke Dinas Pariwisata Kota Sabang. Jika Anda telah puas menikmati pesona Tugu Kilometer Nol Indonesia, Anda dapat melanjutkan perjalanan ke obyek wisata lain yang ada di dekat tugu ini. Obyek wisata itu antara lain: Pantai Iboih, Pantai Gapang, Pantai Kasih, Pantai Pasir Putih, Pantai Sumur Tiga, Pantai Anontam, Pantai Tapak Gajah atau Pantai Lhung Angen. Bagi Anda yang memiliki waktu luang Anda juga bisa mendatangi Pulau Rubiah, Pulau Klah, Pulau Rondo dan Pulau Seulako. Semua keindahan obyek wisata tersebut akan makin membuat Anda jatuh cinta dengan kota di ujung Barat Indonesia ini.
Tugu Kilometer Nol berada dalam areal Hutan Wisata Sabang, Kecamatan Sukakarya, Kota Sabang, Nanggroe Aceh Darusalam, Indonesia.
Tugu ini terletak sekitar 30 km ke arah Barat dari Kota Sabang. Untuk mencapai Tugu Nol Kilometer Anda dapat menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat, dan akan memakan waktu sekitar 1-1,5 jam perjalanan. Bagi Anda yang berangkat dari Banda Aceh, Anda dapat naik kapal cepat Bahari Express dari pelabuhan Ulee Lheu kemudian turun di pelabuhan Baloohan Sabang. Tiket Bahari Express seharga Rp50.000,00 untuk non AC, Rp 60.000,00 untuk AC dan Rp70.000,00 untuk VIP. Dari pelabuhan Baloohan Anda bisa naik taksi seharga Rp50.000,00 per orang atau mencarter mobil seharga Rp250.000 untuk sekali jalan sampai ke lokasi
Sebagai sebuah obyek wisata, Tugu Kilometer Nol sudah memadai. Di sekitar tugu terdapat pepohonan yang berjajar rapi sebagai pelindung dari sengat matahari saat duduk di halte. Bagi Anda yang ingin bermalam, Anda dapat menginap di losmen atau penginapan yang ada di Chapang, sekitar 7 kilometer dari Tugu Kilometer Nol. Anda dapat menyewa cottage dengan kamar mandi dan ruang tamu seharga Rp300.00,00 sd Rp.500.00,00 per malam
Sumber : http://acehculture.co.id